Saturday, December 2, 2017

Sang Deklarator Hak Asasi Manusia Oleh KHR. Ach Azaim Ibrahimy


Di penghujung Dzul Qo’dah, tahun ke sepuluh dari pristiwa hijrah, kaum muslimin datang berdudyung-duyung menuju madinah, kota cahaya. Suasana begitu ramai, setelah sebelumnya tersiar bahwa baginda nabi Muhammad SAW hendak menunaikan ibadah haji di tahun ini. Mereka berasal dari berbagai penjuru daerah, datang dengan membawa kerinduan yang mendalam, merindukan momen terindah bersama Rosul Al-Musthafa, menunaikan haji dalam bimbingan kekasih yang sangat dicinta. Kerinduan ini telah bertahun-tahun terpendam di benak mereka.
Langit buru cerah, awan putih berarak menambah indah pesona. Hari itu, sabtu siang usai sholat dhuhur, Rasulallah SAW keluar meninggalkan kota makkah bersma seratus ribu lebih menusia pergi menuju makkah, lembah yang berkah, baitullah, Ka’bah yang mulia. Pergi untuk membimbing umat, mengajarkan agama dan rutinitas ibadah mereka, memenuhi persaksian, menyampaikan amanat, memberi wasiat yang terakhir dan mengambil sumpah serta perjanjiaan. Menghapus bekas-bekas kejahiliahan, mengajari yang bodoh, mengingatkan yang lupa, membangkitkan semangat yang malas dan memberi kekuatan pada yang lemah.
Baginda Rosullah berhaji hanya sekali, tak pernah melakukan sebelum dan sesudahnya. Momentum tersebut dikenal dengan haji wada’, karena pada saat itulah baginda menyampaikan ucapan perpisahan, Wadda’a (berpamitan) kepada para sahabat rosulullah SAW yang dengan iman, cinta dan kesetiaan, mereka telah tulus mendampinginya. Ketika itu baginda bersabdah, “wahai sekalian manusia, dengarlah aku, karena aku sungguh tak tahu, mungkin aku tak akan lagi berjumpa dengan kalian setelah tahunku ini !”.
Khalayak ramai yang hadir terkesiap mendengarkannya, lalu suasana berganti senyap. Sesaat kemudian keharuan menyelimuti hati mereka. Dan pada detik-detik berikutnya tangispun tak lagi tertahankan, memecah keheningan.
Di perut lembah tanah ‘Arafah, kala matahari tergelincir ke arah barat. Hari itu jum’at awal dzul Hijjah, baginda nabi menyampaikan khutbah yang begitu monumental, khutbah yang menjelaskan hak-hak asasi manusia. Sebuah mistaq (Perjanjian) yang menetapkan kaedah-kaedah islam, menghancurkan kaedah-kaedah kemusyrikan dan kejahiliahan. Menjaga jiwa raga, harta benda serta harkat dan mertabat manusia, melindungi kehormatan wanita, membela hak dan mengatur kewajibannya. Sebuah piagam yang dideklarasikan untuk mengatur intraksi sosial antara uman manusia, jauh sebelum orang-orang mengenal istilah Hak Asasi Manusia (HAM) – Kecuali sejak beberapa dekade terakhir ini – yang kemudian di sepakati oleh perserikatan bangsa-bangsa hingga menjadi sebuah ketetapan. Maka, tintapun kering diatas kertas, menorehkan berbagai hukum dan perundang-undangan.
Sedangkan mistak yang telah dideklarasikan baginda nabi SAW pada momentum haji wada’, telah lama menjadi sebuah sistem yang dilaksanakan, dan undang-undang yang diterapkan. Kaum muslimin telah mengamalkannya dengan aksi, bukan sekedar basa basi dan menjadikan sebagai manhaj mereka dalam hidup, bukan sekedar retorika belaka tanpa evektifitas dalam praktik kehidupan nyata, sebagaimana nasib yang dialami oleh hak asasi manusia dalam sistem dan ketetapan perserikatan bangsa-bangsa.
Haji yang telah di prakrikkan oleh rosulallah SAW, juga khutbahnya di ‘Arafah dan mina, sungguh telah menjadi sinar dan cahaya, menerangi jalan menusia menuju bahagia, meraih hidayah. Baginda telah menggandeng erat umat ini, membimbing mereka untuk mencapai derajat mulia dan sempurna.
Sungguh khutbah yang memberi kesan mendalam di jiwa. Sungguh, pesan yang serat akan makna, dan ajaran yang peripurna.
Di akhir khutbah, baginda rosul berwasiat agar umat ini senantiasa berpegang teguh kepada kitabullah. Selama mereka berpegang teguh pada kitabullah tak akan tersesat selamanya. Umat ini bertanggung jawab penuh atas eksistensi dan fungsi wahyu allah tersebut sebagai pedoman hidup mereka. Maka, ketika baginda rosul meminta persaksian atas tugas yang telah dilaksanakannya, para sahabatpun sengan segera serentak menjawab, “kami bersaksi bahwa engkau sunggu telah menyampaikan amanat, engkau sungguh telah menunaikan kewajiban teramat berat dan engkau juga telah memberikan nasehat kepada ummat !.”
Tatkala mendengarnya, raut wajah baginda tampak berseri-seri, menunjukan betapa bahagia perasaannya. Segera, setelah itu, ia mengangkat jemarinya kelangit, seraya bersabdah, “allahumma isyhad (ya allah saksikanlah)!” diulanginya sebanyak tiga kali. Terdengar begitu berarti.
Betapa berharganya pesan yang tekah disampaikan, betapa luhurnya nilai-nilai yang telah diajarkan sejak keberangkatan baginda nabi SAW pergi meninggalkan madinah, mengendarai unta Al-Qashwa’, hingga proklamasinya yang lantang membahana penuh kesungguhan, bersih dari kemusyrikan, dan suci dari riya’ serta kamunafikan, “allahumma hajjatan la riya-a fihi wala sum’ah !.”
Lalu bertahlil mentauhidkan allah, menyatakan penghambaan diri kepadanya, tuhan semesta alam, “labbaik allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik inna al-hamda wa al-ni’mata laka wa al-mulk, la syarika laka !.”
Itulah sesungguhnya kalimat iman yang jujur- murni yang membuka pintu-pintu langit dan menggema menggetarkan penjuru bumi. Kalimat yang terucap dari bibir dan terlepas lekas dari tenggorokan orang-orang mukmin. Mereka mengulang-ulang pekikan kalimat tauhid itu, sambung menyambung bersama pemimpin agung, rasul pilihan, nabi akhir zaman, muhammad bin abdullah sebagai rahmat bagi  semesta alam, yang telah membacakan dan mengajarkan Al-Qur’an kitab suci pembawa kedamaian.
Itulah saat penuh berkah yang pernah tercatat dalam sejarah dan bumi menjadi tempat yang paling berbahagia dengan adanya kafilah tersebut, kafilah orang-orang yang datang untuk memenuhi panggilan ilahi, penggilan allah yang maha tinggi. Bersama insan mulia yang telah menapakkan kakinya di lembah suci, dialah muhammad bis abdullah al-hasyimi. Juga bersama delegasi terhormat yang datang ke baitullah al-‘Atik untuk menyempurnakan rukun islam sebagai agama yang fitri.

Alangkah nikmat yang agung tiada tara dan risalah yang sangat mulia. Diturunkan dari langit tertinggi kepada penutup para rosul dan nabi, di hari yang paling utama, demi menyambut lahirnya hak asasi manusia, piagam paling berharga di kala bumi menghembus-terbangkan kedhaliman tirani yang merajalela.

No comments:
Write komentar