Monday, February 26, 2018

Dialog Kiai Madura dengan Dosen di Melbourne tentang Stephen Hawking

Beberapa hari lalu saya menerima SMS dari KH Afifuddin Muhajir. Beliau adalah Katib Syuriah PBNU, salah satu wakil Pengasuh pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo yang merupakan pengarang kitab Fath al-Mujib al-Qarib, yang men-syarh matan Taqrib.

Di bulan Ramadan dapat sms dari kiai ahli ushul al-fiqh dan fiqh ini rasanya anugerah luar biasa buat saya. Terjadilah dialog lewat sms tersebut yang menurut saya isinya pantas di-share di sini (semoga pak kiai tidak keberatan):
Kiai: Assalamualaikum wr wb. Saya membaca sebuah tulisan, “Hampir semua scientis itu agnustik”. Apa maksudnya? Terima Kasih. Afifuddin Muhajir.
Saat membaca sms ini reaksi spontan saya adalah: wah ini pintu masuk yang baik utk para kiai tradisional kita mengenal perdebatan Sains dan Agama. Luar biasa juga kiai yang tinggal di Madura (Asembagus Situbondo, red) tapi bacaannya melampaui kitab kuning.
Saya menjawab SMS beliau: Waalaikum salam Pak Yai. Ramadan karim. Hampir semua scientist itu agnostik maksudnya adalah mereka tidak dapat menentukan lewat akal dan hasil penelitian mereka akan keberadaan tuhan. Agnostik sedikit berbeda dengan ateis. Kalau ateis tidak percaya ada Tuhan, kalau agnostik itu tidak dapat menentukan apakah Tuhan itu memang ada atau tidak –bisa jadi mereka percaya adanya Tuhan (tidak seperti orang ateis) tapi akal mereka tdk sampai utk menyimpulkan tuhan itu ada. Demikian pak yai.
Beliau membalas jawaban saya tersebut.
Kiai: Sementara bagi kaum shufi, Tuhan adalah اظهر من كل شئ

Saya tertegun sejenak membaca jawaban beliau. Beliau bertanya soal saintis tapi mengomentari dengan pendekatan sufistik. Ah benar-benar anugerah. Beliau benar bahwa bagi sufi, Tuhan itu tampilan dari semuanya. Tuhan itu tampil dengan amat jelas. Lantas mengapa para saintis yang otaknya luar biasa itu tidak mampu sampai kepada Tuhan?
Beliau mengirim sms lagi:
Kiai: Apa ada scientis terkemuka yang agamis? Terimakasih.
Saya bergumam, cerdas sekali Kiai kita ini. Saya memahami pertanyaan beliau itu dalam konteks Barat karena beliau pasti paham dalam sejarah dunia Islam kita juga memiliki para raksasa ilmu yang sangat alim. Kira-kira pertanyaan beliau kalau ditulis ulang spt ini: adakah saintis terkemuka di Barat yang percaya adanya Tuhan.
Dan tidak masuk kategori agnostik?
Ini jawaban saya:
NH: Banyak pak yai scientist terkemuka di barat yg percaya Tuhan (bukan agnostik) misalnya Johannes Kepler, Descartes, Pascal, Isaac Newton, termasuk Einstein.
Saya susul dengan jawaban berikutnya:
NH: 65,4% penerima hadiah nobel beragama kristen, jadi sebenarnya masih mayoritas scientist yg percaya keberadaan tuhan.
Dan tidak disangka-sangka beliau menjawab dengan kutipan ayat:
انما يخشى الله من عباده العلماء
Saya kembali merenung. Semakin tambah pengetahuan kita semakin tundukkah kita pada Allah atau justru semakin ingkar? Sungguh yang takut-tunduk pada Allah dari hamba-hambaNya itu adalah para ulama (orang yang berpengetahuan). Ya allah jadikanlah sejumput ilmu kami ini sebagai wasilah untuk mengenalMu
Beliau mengirimkan sms susulan:
Kiai: Awalnya saya gundah mendengar bahwa Stephen Hawking, scientis terkemuka Inggris saat ini adalah ateis, tapi akhirnya saya sadar bahwa hidayah tak cukup hanya dengan modal akal.
Hebat sekali kiai kita ini sampai tahu soal Hawking. Malamnya tanpa direncanakan saya menonton film tentang Stephen Hawking di DVD. Wah bisa pas banget nih dengan dialog saya bersama Pak Kiai. Saya jadi punya bahan untuk menjawab sms beliau. Komentar beliau soal kaitan akal dan hidayah itu juga menarik sekali utk diskusi lebih lanjut.
Keesokan harinya beliau sms saya lagi.
Kiai: Assalamu’alaikum… Ma’af, mau tanya lagi: apakah orang barat mempercayai adanya jin? Terimakasih.
Saya menjawab dengan lebih dahulu komen balik soal Hawking.
NH: Hawking itu dulu agnostik dan kemudian disertasinya soal waktu (time) dianggap brilian. Beberapa tahun kemudian Hawking membantah sendiri teori dalam disertasinya. Ia tidak percaya alam semesta ini diciptakan. Dengan teori big-bang nya ia merasa awal semesta ini hanya karena ledakan besar. Hawking yg dianggap hebat ternyata belum sampai akalnya menuju allah.
Saya teruskan mengirim sms:
NH: Ada sebagian kecil di barat yang percaya dengan jin, spirit, dst nya tapi sebagian besar sangat rasional dan sekuler. Bagi meraka ciri masyarakat berperadaban modern itu tdk percaya dg dunia gaib nan ajaib. Hanya masyarakat terbelakang yg mau percaya dg jin, spirit, dll dan itu dibuktikan lewat penjajahan yg mrk lakukan ke negeri afrika, timur tengah dan asia yg masih percaya jin tapi ternyata bisa mereka taklukkan dan mereka jajah. Sementara masyarakat kita sedang demam batu akik. Kembali ke jaman batu hehhe
Lagi-lagi saya terkejut dengan respon beliau.
Kiai: والعارفون بربهم لم يشهدوا*شيئاسوى المتكبرالعالي (ابو مدين)
Jawaban singkat tapi padat dengan mengutip Syekh Abu Madyan al-Maghribi.
Para ‘Arifin itu sangat mengenal Tuhannya dan mereka tidak melihat apapun melainkan Allah. Kemanapun mereka palingkan wajah mereka, yang mereka lihat adalah kebesaran Tuhan. Tidak mereka lihat suatu benda kecuali diujungnya ada Tuhan. Saya sapukan pandangan wajah saya dengan mata yang mulai berkaca-kaca; tak juga saya lihat ada wajah ilahi.
Duh Gusti, ampuni aku… Alam semesta itu nyata dan ini yang dijadikan obyek penelitian Hawking. Jin itu tidak kelihatan alias gaib dan ditolak oleh sebagian besar masyarakat Barat. Buat para Arifin, pada yang terlihat atau tidak terlihat, semuanya
merupakan tajalliNya. Wa Allahu a’lam.
Saya membalas sms terakhir beliau dengan satu kata:
Subhanallah.
repost
Sumber Wibsite Nadirsyah Hosen dan cerita ini diambil dari akun Facebook dan Twiter beliau.

Prof. Dr. Nadirsyah Hosen, MA.,Ph.D adalah dosen senior Monash University Melbourne Australia sekaligus Ketum PCI NU New Zealand dan Australia.

No comments:
Write komentar