Saudaraku, ciri-ciri penyakit cinta dunia di antaranya yang pertama, dilanda kebinggungan yang tiada ujung. Ia sibuk memikirkan makhluk atau ciptaan, sedangkan ia lupa kepada Dzat Yang Maha Pencipta, sehingga bingunglah ia. Ia bingung mengurus anak, bingung mengurus rumahtangga, bingung mengurus kerjaan. Baru bangun tidur pagi-pagi sudah bingung memikirkan hal-hal itu. Padahal jika yang ia pikirkan adalah Alloh, kemudian ia berdoa di pagi hari, maka akan tenanglah hatinya.
Ilustrasi Cinta Dunia |
Kedua, diperbudak kesibukan. Ada orang yang andaipun jatah waktunya ditambah dari 24 jam menjadi 36 jam, tetap saja sibuk seperti tak pernah reda. Mau tilawah Al Quran seperti tak ada waktu. Sholat juga ditunda-tunda, kalaupun terlaksana akan kilat terburu-buru. Sedangkan pekerjaannya seperti tak beres-beres. Mengapa? Karena ia tidak diberi petunjuk oleh Alloh Swt.
Nabi Muhammad Saw. adalah orang yang sangat sibuk, banyak sekali urusan-urusan besar yang harus beliau kerjakan. Namun, semuanya beres dan beliau tetap dalam keadaan tenang menunaikan ibadah secara khusyu dan tumaninah. Kuncinya adalah petunjuk Alloh yang membuat setiap gerakan dan ucapan menjadi sangat efektif. Maka, kita perlu senantiasa mendahulukan Alloh di atas segala-galanya agar kita dibimbing oleh-Nya.
Ketiga, kebutuhan yang tiada pernah tercukupi. Ada orang yang punya uang berapapun, sebanyak apapun, tetap saja kurang. Punya kambing 99 ekor, tetap gelisah memikirkan kambing tetangga yang satu ekor karena ingin punya 100 ekor. Begitu seterusnya. Padahal Alloh Swt. berfirman, “..Barangsiapa yang bertawakkal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq [65] : 3)
Maka, kebutuhan kita terpenuhi bukan karena kita kaya raya, bukan karena kita banyak uang sehingga bisa membeli apa saja, namun karena Alloh-lah yang mencukupi kita. Kuncinya bukanlah pada banyaknya harta, tapi pada tawakal kita kepada Alloh Swt.
Keempat, panjang angan-angan, terus-menerus memikirkan apa yang tidak ada. Orang yang cinta dunia juga tidak pernah merasa puas atas apa yang dimilikinya. Baru saja punya mobil baru, sudah memikirkan model apa lagi yang akan keluar dan ingin membelinya. Padahal mobil yang baru dibeli juga baru dimulai cicilannya. Akhirnya, orang yang demikian menjadi jauh dari sikap syukur, yang terjadi malah terjerumus pada sikap kufur.
No comments:
Write komentar