HIKMAH DIBALIK PERINTAH WAJIBNYA BERPUASA DI BULAN SUCI
ROMADLON
بسم
الله الرحمن الرحيم
الحمدلله , الحمدلله الذي انعمنا علينا بنعمة
الحياة الدنيا حسنة وفى الاخرة حسنة وقنا عذاب النار. وارشدنا عليها بهداية
الايمان و السلام . سبل الانسان الذي يجتهد على قمة الدرجات التقوى والاحسان اشهد ان لا اله الا الله وحده لاشريك
له
, واشهد ان محمدا عبده ورسوله لانبي بعده,
اللهم صلى وسلم على سيدنا محمد وعلى اله واصحابه ومن اتبعهم باحسان الى يوم
القيامة . اما بعد.
فيا معشر المسلمين
اخوني رحمكم الله , اوصيني واياكم بتقوى الله فقد فاز المتقون , اتقوا الله يا
اولى الالباب لعلكم تفلحون , قال الله تعالى في القران العظيم : اعوذ بالله من
الشيطان الرجيم : الا ان اولياء الله
لاخوف عليهم ولاهم يحزنون. الذين امنوا وكانوا يتقون. لهم البشرى في الحياة الدنيا
وفى الاخرة لا تبديل لكلمات الله ذلك هو
الفوز العظيم .صدق الله العظيم.
MA’ASYIROL MUSLIMIN ROHIMAKUMULLAH
Alhamdulillah, begitu cepat perjalanan
Sang Waktu, sehingga tanpa terasa kita telah berada diambang pintu gerbang
bulan suci Romadlon, bulan yang penuh berkah, bulan dimana kaum muslimin
melakukan pesta ibadah keharibaan Sang Maha Faktor Alloh SWT. berlomba
memperbanyak amal, berpacu meningkatkan prestasi pengabdian, untuk mencapai
derajat tertinggi di sisi Alloh SWT. yaitu sebagai Insan Muttaqin. Sebagaimana
disebutkan oleh Alloh SWT dalam firmanNya yang berbunyi :
ياايهاالذين
امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan
kepada kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pula kepada orang-orang
sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqoroh :
183)
Demikianlah
perintah wajibnya berpuasa Romadlon dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 183
sebagaimana tersebut di atas. Dan seterusnya
diuraikan sampai dengan ayat yang ke 187. Hal itu mengandung pelajaran berharga
bagi segenap hamba-Nya, terutama bagi yang beriman. Perintah tersebut
ditetapkan oleh Alloh SWT. sejak tahun II hijrahnya Nabi SAW. dari Makkah ke
Madinah, yaitu setelah Ajaran Tauhid (Aqidah : Hanya meng-Esa-kan Alloh SWT)
terhujam ke dalam jiwa, dan ibadah sholat telah memasyarakat dalam kehidupan
sehari-hari.
MA’ASYIROL MUSLIMIN ROHIMAKUMULLAH
Perintah
berpuasa sama dengan perintah-perintah Alloh SWT. yang lain, yaitu bukan
merupakan perintah yang kaku dan kering. Bukan merupakan perintah yang berisfat
diktator sebagaimana perintah-perintah buatan manusia, yang sok berkuasa dalam
suatu negara, lalu ditetapkan menjadi undang-undang. Perintah buatan manusia
yang semacam itu lebih banyak bergantung kepada kuat dan lemahnya kekuasaan
politik yang sedang berkuasa. Orang akan lebih suka mengemukakan seribu satu
macam alasan untuk menghindar atau melanggarnya. Dan bilamana kekauatan yang
sedang berkuasa itu tumbang, akan tumbang pula perintah yang telah menjadi
undang-undang itu. Selanjutnya akan diganti
dengan perintah yang baru oleh pemerintah yang baru pula, begitu
seterusnya silih berganti tanpa hasil yang pasti, tambal sulam disana-sini, dan
ketha’atan rakyatpun senantiasa bersifat semu dan rapuh.
Sangat
jauh sekali dengan perintah Alloh SWT sebagai sang Pencipta Tunggal di alam
ini, seperti perintah kewajiban berpuasa
di bulan Romadlon. Alloh SWT. memulai perintah-Nya dengan mengetuk hati nurani
yang beriman, jiwa yang beraqidah, menyentuh akal dan perasaan secara sekaligus.
Karena itu bila hati seseorang telah beriman dan apalagi telah merasakan
“Halawatul Iman” (Enak dan lezatnya iman), maka orang akan menerimanya tanpa
merasa berat, sebagaimana beratnya membayar pajak kepada pemerintah. Bahkan
perintah berpuasa itu akan diterima dan disambut dengan hati gembira penu rasa
suka cita. Apalagi jika menghayati susunan ayatnya akan terasa sekali
kelembutan Tangan Kasih-Nya yang Maha Bijak. Terbukti perintah itu datang dari
Alloh SWT. penuh dengan hikmat dan dakwah, Tasyri’
(Syari’at) yang bijaksana dan ilmu jiwa yang sempurna. Sehingga manakala
selesai ayat itu dibacakan, terasa timbul penyerahan diri dan keyakinan bahwa
apa yang diperintahkan oleh Alloh SWT. tidak lain hanyalah untuk kemaslahatan
bagi hamba yang diperintahnya.
MA’ASYIROL MUSLIMIN ROHIMAKUMULLAH
Mula-mula
Alloh SWT. memanggil dengan kalimat “Ya
ayyuhal laadziina aamanuu” (Wahai orang-orang yang beriman). Bagi orang
yang di hatinya ada iman (sejati) pasti akan tersentak dan sadar, lalu ia
berkata “Alloh Tuhanku telah bertitah, segala titah-Mu ya Alloh hamba junjung
tinggi”.
Abdulloh bin
Mas’ud ra. Salah seorang shahabat Nabi
SAW. pernah berkata : “Bila kami mendengar satu ayat yang dimulai dengan seruan
“Iman” maka kami tersentak dan sadar, Siap menunggu dan menerima titah yang
akan dipikulkan di pundak kami.” Oleh sebab itu seruan kepada orang yang
beriman adalah suatu seruan terhormat, seruan yang menimbulkan harga diri,
sebagai akibat dari pada itu, timbullah keyakinan bahwa perintah itu tidak akan
berat. Karena hubungan yang paling tinggi antara seorang mukmin dengan Tuhannya
ialah hubungan karena ridlo dan cinta. Bagi orang yang cinta tidak ada di dunia ini yang dianggap sulit dan berat.
Apalagi Alloh SWT telah menyatakan bahwa Dia tidak akan memikulkan kepada
hamba-Nya sesuatu perintah kecuali yang sebatas kemampuannya. (La yukallifullohu nafsan illa wus’aha)
Karena keyakinan itulah maka bagi hamba yang benar-benar beriman pasti akan
mengatakan : “Sami’naa wa Atho’naa” :
kami mendengar titah-Mu ya Alloh, dan
kami siap melaksanakannya.
Sehabis
dialog pertama dari Alloh SWT kepada hamba-Nya yang beriman, kemudian hamba itu
menututi perintah-Nya dan patuh, maka kemudian Alloh SWT lanjutkan firman-Nya
yang artinya bahwa perintah itu bukanlah perintah yang baru, tapi perintah yang
sudah pernah dititahkan kepada umat-umat terdahulu. Jadi maksudnya walaupun si
hamba yang beriman telah menyerah tunduk dan
patuh, siap menjalankan perintah berpuasa, namun Alloh SWT masih membuat
agar perintah itu benar-benar ringan dan bisa diterima dengan suka cita, maka
Alloh jelaskan bahwa perintah itu sekedar lanjutan dari ibadah yang sudah
pernah dijalankan oleh umat terdahulu.
Selanjutnya
pada ujung ayat itu diterangkan pula maksud yang sebenarnya, atau tujuan
pokoknya, yaitu untuk membentuk pribadi si Mukmin sebagai manusia yang
bertaqwa. Artinya agar semakin erat hubungan si hamba dengan penciptanya,
terpelihara hubungan baiknya, dan semakin tinggi derajatnya memperoleh
kesejahteraan Di dunia maupun di akhirat. Ingatlah Alloh
SWT. telah berfirman :
ولقد
كرمنا بني ادم وحملنهم بي البر والبخر ورزقناهم من الطيبات وفضلناهم على كثير ممن
خلقنا تفضيلا.
Artinya : “Sungguh
Kami (Alloh) telah memuliakan kamu wahai Bani Adam, telah Kami tanggung nasib
mereka di darat maupun di laut, dan telah Kami cukupkan rizqinya dengan yang
baik, dan Kami lebihkan derajat kemuliaannya atas kebanyakan makhluk lain di
dunia ini”.(QS. Al-Isro’:70)
MA’ASYIROL MUSLIMIN ROHIMAKUMULLAH
Karena itu,
marilah kita sambut bulan suci romadlon yang akan datang ini dengan semangat
untuk meningkatkan prestasi ibadah kita masing-masing. Sehingga kualitas diri
kita ke depan menjadi lebih baik dan selalu mendapat naungan ridlo serta
ampunan Allah Subhanahu wata’ala.
Untuk
menuju langkah tersebut, maka kita harus melakukan tiga hal yang utama, yaitu :
- Marilah kita mengevaluasi diri kita
secara jujur, bagaimana potret diri kita yang sesungguhnya. Sudah
pantaskah kita mengaku Mukmin dan Muslim, atau justru masih jauh dari apa
yang di harapankan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Karena itu marilah kita
perbanyak mohon ampun dan beristighfar kepada-Nya.
- Jadikanlah bulan Romadlon sebagai
titik awal kembali bagi kaderisasi diri dan keluarga kita untuk
diselaraskan dengan tuntunan dan kehendak Sang Maha Hidup yang telah
banyak berbuat baik kepada kita selama ini
- Persiapkan seperangkat tekad yang
bulat baik jasmani dan rohani dengan semangat : Fastabiqul khairat,
berkobarnya ruh jihad bil amwal dan bil anfus, dan semangat menyesali
berbagai kesalahan kita selama ini untuk segera kembali ke jalan yang haq
demi masa depan diri kita dan keluarga kita di akhirat.
Insya Allah dengan tiga langkah tersebut, Ibadah Romadlon
yang akan datang nanti benar-benar akan menjadi penghapus segala dosa dan
kesalahan kita selama ini, dan selanjutnya akan bisa mengangkat harkat dan
martabat kita di sisi Allah Subhanahu wata’ala sebagai hamba Allah yang Ahsani
Taqwim , yang dimatikan sebagai hamba-Nya yang mendapat gelar Khusnul
Khotimah. Amiin
بارك
الله لي ولكم ونفعني واياكم ولسائر المسلمين واستغفروه انه هو الغفور الرحيم.
No comments:
Write komentar